Multiverse: The Variants of Anak Magang

Nikita
4 min readOct 23, 2023

--

Engineer Big Engine Intern — Amanda Fairuz Syifa

Scary news is: You’re on your own now. Cool news is: You’re on your own now.

Begitulah yang dikatakan si penyanyi yang juga penyair, Taylor Swift. Rasanya seperti dihantam fakta, dihajar realita dan dibanjiri air mata ketika frasa terasa nyata. Diberi kendali atas kehidupan seakan-akan menyatukan 1000 pieces blok LEGO tanpa buku panduan, terkadang dipertemukan namun terkadang juga dicampakan. Diri ini merupakan si karakter utama dalam kisah kita sendiri, dimulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan menua hingga dipanggil orangtua. Setiap babak dalam hidup berbeda, semua tergantung si karakter utama bagaimana cara memainkan perannya. Adanya fakta bahwa setiap karakter tidak hanya memiliki satu peran merupakan hal luar biasa yang tak jarang disadari, seperti contoh: Ibu memiliki peran sebagai salah satu orangtua bagi kita dan istri bagi Ayah, predikat Bu Boss didapatkan Ibu dari kantor berita yang letaknya 5 kilometer dari rumah, Ibu juga berperan sebagai Kakak dari Tante kesukaan para keponakan yang hobinya membelikan mainan berbentuk dinosaurus, peran sebagai Anak di keluarga Kakek dan Nenek yang terkadang membuat Ibu sedih semasa remaja lalu karena pembagian perhatian terasa tidak adil, juga peran sebagai sahabat terbaik dimiliki Ibu yang diberikan oleh kawan SMP-nya yang kita temui hari raya tahun lalu. Beberapa peran dilakukan di waktu yang sama sehingga karakter utama harus pintar membagi tugas agar tetap berlayar di jalur yang benar, terdengar sulit dipahami namun keren, bukan?

Pemeran Utama

Amanda, ‘anak magang’ pemilik peran engineer di Big Engine — INS, Telkom Indonesia. Amanda sudah seperti karakter pahlawan super dari Avengers saja, memiliki banyak karakter: Amanda si anak teknik komputer Universitas Indonesia yang beriringan dengan Amanda yang juga si maba S2 cyber security and future internet, Amanda si intern yang kerjaannya mengamankan perkomputasi-an data seperti yang ada di film-film. Banyak, ‘kan? Entah, sepertinya membelah diri adalah salah satu keahlian Amanda. “Sebenernya saat ini aku juga masih di tahap belajar,” rendah Amanda. Jadi ingat pepatah yang disampaikan para guru SD dulu, “Kejar ilmu sampai ke Negeri Cina”. Pak, Bu, kami masih di Indonesia mencintai negeri tercinta. Amanda membuktikan bahwa belajar tidak ada habisnya dan it’s never too late.

Perjalanan menjadi pahlawan super tidak selalu mulus. Amanda memang bukan pahlawan super, tapi keduanya sama-sama dibutuhkan negara (Untuk Amanda, maksudnya dibutuhkan BUMN). Hal tersebut menjadi acuan bahwa rintangan yang Amanda hadapi harus dilalui. “Tantangan yang paling aku rasain saat ini, aku rasa time management itu penting banget,” seru Amanda. “Mengingat ada beberapa hal prioritas yang lagi aku kerjain sekarang dan ada hal-hal lain di luar dari itu.” lanjutnya.

Seperti salah satu karangan musik yang diciptakan Mbak Swift, berjudul ‘Mastermind’. Pemeran utama yang menjadikan semua orang menjadi bidak! Berlaga seperti Garry Kasparov, pemain catur terbaik di dunia, tuan dari semua pion. Swift menceritakan bagaimana handalnya ia memainkan ‘tentara kecil’, membuat karakter pendukung sekitarnya berkata “Pintamu adalah akanku”. Sedap~

Satu Raga Banyak Rasa

Keberpihakan dunia tidak selalu ada di tangan si pemeran utama. Sulitnya membagi prioritas di antara tumpukan kepentingan lainnya, membuat Amanda pusing tujuh keliling dibuatnya. Bagai kepala negara yang bersikap adil (harusnya), Amanda berkamuflase bagai The Great Alexander, si ahli strategi. Medan perang menjadi lokasi kerja, perisai dan pedang bagai riasan wajah. “Aku ngerasa kayak, aku anaknya sangat mudah terdistraksi dengan hal lain. Jadi, sekarang aku lagi coba untuk menghilangkan distraksi-distraksi tersebut terutama yang ada di HP. Misalkan, scroll socmed dan lainnya.” jawab Amanda ketika ditanya bagaimana taktik handal yang ia lakukan untuk mengatasi tumpang-tindihnya pekerjaan yang harus ia lakukan.

Perasaan ibarat makanan khas Indonesia, gado-gado. Lifestyle dari mereka, para pekerja. Harganya yang terjangkau, mudah digapai dan yang pasti mengenyangkan. Kubis, kacang panjang, taoge, bayam, selada, ketimun, tahu dan tempe, semua jadi satu comfort food kesukaan milenial. Begitu pula dengan perasaan Amanda. Terkadang suatu waktu oksigen terasa berhenti mengudara, semua perasaan beraduk harus tertuju pada satu muara. “Waktu buat diri sendiri sama santai-santai jadi agak berkurang, feeling guilty kalau nggak mengerjakan apa-apa walaupun sebenarnya butuh istirahat.” jujurnya. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian, ketika terasa pahit dan pilu, beralih jadi uang di akhir pekan. Masa jaya bagaikan hari raya, ditunggu dan dinanti. Hanya datang pada mereka yang berusaha. “Alhamdulillah-nya semua yang aku jalankan sekarang itu keinginan aku dari dulu, semoga bisa dimudahkan dan dilancarkan (untuk) kedepannya.” gigih dan tekunnya patut dicontoh, always look on the bright side! Toh, pada akhirnya kita sendiri yang semai dan nikmati hasilnya.

Amanda dan semangatnya menjadi definisi dari sahabat, mahasiswi penuh tekad dan kebanggaan dari orangtua yang terhormat. Menyajikan ramuan yang tepat di antara banyaknya bahan dan rempah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hambatan merupakan ujian dari semesta yang menjadikan manusianya naik kelas. Sang seniman, Khalil Gibran, berkata di bukunya, The Prophet, “And when you work with love you bind yourself to yourself, and to one another, and to God.”. Amanda merupakan ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan kutipan tersebut. Ketika kita melakukan sesuatu yang disukai, dapat diyakini hal tersebut akan membuat kita menjadi orang yang lebih baik dan hal ini bekerja bagai domino effect yang menular pada lingkungan sekitar yang akan menciptakan hubungan yang juga baik.

Semangat, Amanda dan kita semua!

Alih-alih menjadi yang paling disuka, Amanda menjadi yang paling dicita. Tidak harus menjadi Amanda atau Srikandi lainnya, kita pula mampu menjadi yang tercinta. Atas raga yang tak habis rasa, ribu tenaga pula frasa. Banyak jalan menuju Roma, sedang tujuan kita sekadar rumah. Lamunan menjadi tuntutan. Namun waktu; waktu akan tetap sama. Memohon dan meminta pada waktu agar tetap tinggal, tapi waktu harus berjalan dan menjadi kekal.

Dan besok, kita akan mencoba lagi yang kesekian-ribu kali karena hidup adalah siklus mencoba-gagal-berhasil yang tidak pernah berakhir, bahkan berhasil pun bukan ujung dari tujuan. Peran apapun yang dimiliki, tugas kita adalah berdamai dengan apa yang ada. Karena hal yang paling indah bukanlah sekadar keberhasilan, tapi orang, tempat, kenangan, tawa, canda dan proses bagaimana cara kita menggapai hal tersebut.

--

--